Warga Muslim di Banda Aceh, ibukota provinsi Nanggoe Aceh Darussalam mungkin harus membatalkan perayaan Tahun Baru tahun ini .
Pasalnya Majelis Pertimbangan Ulama (MPU) menyatakan bahwa "Warga muslim sangat diharamkan mengucapkan Selamat Natal karena itu sama saja memberikan pengakuan (bagi non muslim), " demikian kata Abdul Karim Syeikh, Kepala MPU Banda Aceh.
MPU mengeluarkan fatwa pada 12 November yang melarang mengucapkan ucapan Selamat Natal dan mengharamkan perayaan tahun baru bagi umat Islam di ibukota provinsi Tahun Baru.Menurut mereka, perayaan tahun baru Masehi merupakan bagian dari ritual peribadatan umat beragama di luar Islam.
Keputusan dewan tidak mengikat secara hukum tetapi mereka memegang kekuasaan yang kuat di provinsi konservatif - satu-satunya di Indonesia untuk menegakkan hukum Syariah.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa mengenai perayaan Natal pada tahun 1981. Saat itu, hal tersebut menjadi kontroversi di Indonesia karena bertentangan dengan pluralisme,
Di Banda Aceh , biasanya waktu perayaan Tahun Baru wrga turun ke jalan, meniup terompet dan menyalakan kembang api menjelang pergantian tahun.
Tapi tahun ini, pemandangan jalan-jalan di Aceh terlihat berbeda. MPU telah menyerukan pemerintah untuk menutup pesta Tahun Baru publik, termasuk yang diadakan di kafe-kafe, hotel dan tempat hiburan .
"Perayaan Tahun Baru (Kristen/Masehi) tidak dalam ajaran Islam, kita hanya merayakan satu tahun baru, yaitu tahun baru Hijriyah , yang dirayakan pada hari pertama Muharram, " kata Karim.
Dunia, khususnya umat Kristen mulai mengakui tanggal 1 Januari sebagai hari pertama tahun ini beberapa abad yang lalu, tetapi sejak itu telah menjadi hari perayaan di seluruh dunia sekuler .
Lebih lanjut, Karim mengatakan warga non Muslim bisa merayakan Natal dan Tahun Baru, asalkan tidak mengusik kenyamanan warga Muslim setempat Banda Aceh.
"Ini adalah masalah ajaran Islam, bukan tentang toleransi, " katanya kepada Jakarta Globe. "Kami mengatakan, 'oakum dinukum waliyadin' (untukmu, agamamu, untukku, agamaku)"
Dia mengatakan bahwa warga Muslim dan non - Muslim hidup dalam kerukunan di provinsi NAD.
(Jakarta Globe)
Pasalnya Majelis Pertimbangan Ulama (MPU) menyatakan bahwa "Warga muslim sangat diharamkan mengucapkan Selamat Natal karena itu sama saja memberikan pengakuan (bagi non muslim), " demikian kata Abdul Karim Syeikh, Kepala MPU Banda Aceh.
MPU mengeluarkan fatwa pada 12 November yang melarang mengucapkan ucapan Selamat Natal dan mengharamkan perayaan tahun baru bagi umat Islam di ibukota provinsi Tahun Baru.Menurut mereka, perayaan tahun baru Masehi merupakan bagian dari ritual peribadatan umat beragama di luar Islam.
Keputusan dewan tidak mengikat secara hukum tetapi mereka memegang kekuasaan yang kuat di provinsi konservatif - satu-satunya di Indonesia untuk menegakkan hukum Syariah.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa mengenai perayaan Natal pada tahun 1981. Saat itu, hal tersebut menjadi kontroversi di Indonesia karena bertentangan dengan pluralisme,
Di Banda Aceh , biasanya waktu perayaan Tahun Baru wrga turun ke jalan, meniup terompet dan menyalakan kembang api menjelang pergantian tahun.
Tapi tahun ini, pemandangan jalan-jalan di Aceh terlihat berbeda. MPU telah menyerukan pemerintah untuk menutup pesta Tahun Baru publik, termasuk yang diadakan di kafe-kafe, hotel dan tempat hiburan .
"Perayaan Tahun Baru (Kristen/Masehi) tidak dalam ajaran Islam, kita hanya merayakan satu tahun baru, yaitu tahun baru Hijriyah , yang dirayakan pada hari pertama Muharram, " kata Karim.
Dunia, khususnya umat Kristen mulai mengakui tanggal 1 Januari sebagai hari pertama tahun ini beberapa abad yang lalu, tetapi sejak itu telah menjadi hari perayaan di seluruh dunia sekuler .
Lebih lanjut, Karim mengatakan warga non Muslim bisa merayakan Natal dan Tahun Baru, asalkan tidak mengusik kenyamanan warga Muslim setempat Banda Aceh.
"Ini adalah masalah ajaran Islam, bukan tentang toleransi, " katanya kepada Jakarta Globe. "Kami mengatakan, 'oakum dinukum waliyadin' (untukmu, agamamu, untukku, agamaku)"
Dia mengatakan bahwa warga Muslim dan non - Muslim hidup dalam kerukunan di provinsi NAD.
(Jakarta Globe)
0 komentar
Posting Komentar